Repelita.online//TEBO – Car Free Day (CFD) adalah sebuah kampanye untuk mengurangi tingkat polusi udara di kota-kota besar di seluruh dunia yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Bermula pada tanggal 25 November 1956, Belanda menyelenggarakan Car Free Day setiap hari Minggu, kemudian Francis pada tahun 1995 mengadakan pesta memperingati Green Transport Week di kota Bath, semua masyarakat turun ke jalan untuk merayakan acara tersebut. Inilah perjalanan panjang sejarah kegiatan Car Free Day , yang pada akhirnya kegiatan ini diperingati setiap tanggal 22 September di seluruh dunia.
Kegiatan Car Free Day pertama kali dilaksanakan tahun 2001 di Jl Imam Bonjol yang saat itu dilakukan penutupan jalan setelah beraudiensi dengan pihak dan keputusan oleh Irjen Pol Djoko Susilo untuk melakukan penutupan jalur sudirman – Thamrin dan pada saat hari bumi dan dilanjutkan tanggal 22 September 2002 yang berlangsung dengan sukses, dimana pada saat itu KPBB dan para aktifis lingkungan hidup bersama mengkampanyekan penggunaan bensin bertimbal, seperti di kutip dari laman https://www.carfreedayindonesia.org/index.php
- Menelisik Payung Hukum Pelaksanaan Car Free Day atau HBKB (Hari Bebas Kendaraan Bermotor) di Kab.Tebo
Ketua Organda Kabupaten Tebo Bujang Endita, menyatakan kekecewaannya atas kebijakan Polres Tebo yang menutup jalan nasional untuk kegiatan Car Free Day di kabupaten Tebo. Menurutnya, penutupan jalan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat di tingkat daerah.

Bujang menegaskan, meski Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas memang ada, namun penerapannya dalam kegiatan Car Free Day di Tebo dianggap tidak tepat. “Jalan yang ditutup adalah jalan nasional yang menghubungkan antar provinsi. Ini jelas sangat mengganggu arus lalu lintas,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa urusan jalan seharusnya menjadi kewenangan Dinas Perhubungan, bukan Satlantas Polres. “Kalau memang ingin menjalankan Car Free Day, mestinya ada payung hukum daerah berupa Perda atau Perbub atau minimal Jalan yg di gunakan di wilayah jalan Kabupaten atau provinsi. Tanpa itu, kebijakan ini bisa dikatakan menyalahi aturan,” ujarnya.

Bujang pun menegaskan agar ke depan, jika Car Free Day atau HBKB tetap ingin digelar, terlebih dahulu harus ditetapkan dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati. “Supaya jelas dasar hukumnya dan tidak menimbulkan polemik,” tambahnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Perhubungan Dishub Kabupaten Tebo membenarkan bahwa kegiatan Car Free Day memang tidak berdasarkan Perda maupun Perbub. “Kegiatan ini hanya berlandaskan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas serta hasil rapat Forkopimda,” ungkapnya.
Dengan adanya perbedaan pandangan ini, masyarakat berharap pemerintah daerah dapat segera memberikan kejelasan regulasi agar kegiatan Car Free Day bisa berjalan tanpa menimbulkan perdebatan hukum di kemudian hari. **(R)








